Konsisten

Ada masa dimana bapak ini dagangannya sepi, sepi karena pademi… saya beberapa kali mampir di pertengahan pandemi, dan biasanya cuma saya yang beli, mungkin ada beberapa orang lain, tapi di lain waktu.. ya mungkin.

Kira-kira 2 tahun berselang sejak itu, pandemi mulai mereda, vaksin mulai bekerja, dan orang-orang mulai ada. Parkiran si bapak mulai penuh, waktu tunggu mulai menjadi lama, bahkan udah ada tukang parkirnya..

Mungkin hidup emang cuma butuh sabar, ya ketika susah sabar aja gitu, nanti juga ada hasilnya… mungkin kalau si bapak gak sabar, dan menyerah.. parkiran ini gakan sepenuh sekarang… eh bisa jadi tetap penuh, tap bukan untuk beli nasi goreng…

Tahu Gak Sih?

Tahu gak sih? Kadang saya merasa cuaca Jogja itu unik, dia bisa hujan di siang hari, lalu cerah di sore harinya, menghadirkan senja yang indah. Seingat saya cuaca seperti ini agak jarang terjadi di Bandung. Ingatan pertama kali datang ke Jogja ini sekitar tahun 2002, lalu datang lagi 2011, lalu di tahun-tahun berikutnya aku cukup sering mengunjungi kota ini. Lalu sekarang, setelah menetap 5 tahun di kota ini, rasanya pandanganku tentang kota ini mulai berubah. Jika diperhatikan lebih dalam, kota ini butuh kritikan.

Ntah sampai kapan saya di sini. Tapi rasanya Jogja masih cukup nyaman untuk ditinggali.. terlepas dari hal-hal yang “aneh”, yang ada di kota ini.

Tengah Malam

1 Juli 2021, jam 1 lebih 23 menit, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Jogjakarta.

Ntah apa yang membuat saya masih terjaga semalam ini, grup percakapan pekerjaan akhirnya berhenti berdentang, tapi rasa kantuk belum juga datang, akhirnya saya membaca apa yang apa yang pernah saya tuliskan.

Membaca tulisan lama, rasanya seperti menyelami diri saya sendiri, rasanya saya yang sekarang, begitu berbeda dengan yang dulu. Saya yang dulu rasanya punya keseruannya sendiri, walaupun mungkin untuk orang lain tidak seru sama sekali, dan ternyata saya menulis dari hal-hal kecil sampai pikiran gila saya, dari keriaan masa kecil sampai kegalauan tentang cinta.

Saya yang dulu, rasanya memang bukan saya yang sekarang, ntahlah kemana dia, sudah hilang dan tenggelam mungkin. Waktu cepat sekali berlalu yah, akan jadi seperti apa saya yang sekarang?

Berinvestasi Biar Cuan

Cuan adalah buzz word yang cukup populer belakang ini. Kata ini mengacu pada keuntungan yang didapatkan dari hasil berinvestasi, dalam hal ini biasanya dalam bentuk saham. Maka, kata berinvestasi sekarang ini sangat lekat dengan besarnya keuntungan yang akan didapatkan.

Tapi saya tidak akan membahas tentang apa itu saham, apa itu investasi, atau bagaimana cara agar cuan besar, biarlah akun-akun jago saham yang bahas soal itu. Saya lebih ingin membahas soal investasi dari pandangan pribadi, lebih tepatnya dari apa yang sudah saya lakukan selama ini.

Dari pertama kali saya kenal istilah investasi, yang tertanam dalam benak saya adalah menunda kenyamanan hari ini, untuk menyamanan di masa depan, dan juga menjaga nilai riil uang yang disimpan agar daya belinya tetap sama di masa depan, dengan kata lain menjaga nilai uang dari pengaruh inflasi.

Apa langkah pertama untuk berinvestasi? Instrument apa yang paling cocok untuk berinvestasi? Untuk orang-orang di masa lalu, berinvestasi dengan membeli tanah, bangunan, atau perhiasan, tapi jaman sekarang instrument investasi bergeser ke surat-surat berharga, reksadana, atau mungkin saham. Tapi saya pikir banyak orang yang lupa, kalau investasi paling pertama itu adalah diri sendiri. Maksudnya adalah bagaimana cara kita untuk membentuk perilaku agar dapat mencapai tujuan investasi. Kembali ke definisi investasi yang saya pelajari, langkah pertama untuk berinvestasi yaa… belajar menurunkan gaya hidup. Langkah ini bisa dipelajari oleh semua orang, menahan diri untuk tidak banyak “jajan”. Sebetulnya ini langkah yang paling sulit, apalagi dengan banyaknya iklan-iklan makanan, tempat nongkrong, atau fashion yang hits-edgy-viral-apalah-apalah itu, tapi dengan kita menahan diri untuk tidak terlalu sering mengeluarkan uang, itu artinya akan ada cukup uang yang tersisa untuk berinvestasi.

Ok, saya sudah bisa menurunkan gaya hidup, lalu apa lagi? Setelah terbiasa dengan gaya hidup yang “biasa-biasa saja”, harusnya akan lebih mudah, tapi sebelum membeli instrument investasi, ada baiknya kita mempunyai tabungan dalam bentuk uang tunai. Iya.. ada yang bilang cash is the king karena hidup tergantung dengan uang tunai yang kita punya, apalagi hidup kadang tidak bersahabat sehingga kita perlu mengeluarkan uang lebih. Sebetulnya beberapa instrument investasi untuk “liquid” dan dapat ditarik kapan saja kita mau, hanya saja, investasi selalu punya tujuan yang harus dicapai, jika investasi bisa ditarik semau kita, rasanya itu bukan investasi, itu namanya tabungan biasa.

Setelah bisa menekan gaya hidup, dan memiliki tabungan, apakah artinya itu saya siap berinvestasi? Ya tentu saja, tapi sebelum membeli instrument investasi, kenali dulu profile risiko anda. Profile risiko ini biasanya dibagi 3, yaitu konvensional, moderat, dan agresif. Tingkatan ini dibedakan oleh risiko yang mau ditanggung oleh pemegang investasi, ingat.. investasi selalu mempunyai risiko berupa kehilangan uang yang diinvestasikan. Saya pribadi mempunyai profile risiko agresif, beberapa portofolio saya adalah instrument yang berisiko tinggi, dan sedikit tips bagi orang-orang yang memiliki profile risiko agresif, selalu gunakan “uang sampah” untuk berinvestasi, artinya uang yang jika hilang seluruhnya, hidupmu tidak terpengaruh sama sekali…. Ya paling sakit hati untuk beberapa hari, tapi hidupmu masih nyaman laahh..

Setelah menentukan profile risiko, silakan cari manajer investasi yang menjual instrument yang cocok dengan profile risiko masing-masing. Soal jenis instrument apa saja yang saya punya, mungkin saya ceritakan selanjutnya, itu juga kalau mood.. haaha

Acak Makna

Kita memang tidak akan pernah tahu bagaimana nasib waktu. Ketidakpastian silih berganti dalam keniscayaan. Saling bertemu hanya untuk berpamitan. Nada-nada musik kesendirian, hanya bisa terdengar dalam kesunyian. Kerinduan yang terus menetes, mengkristal menjadi kesedihan. Kumpulan alasan, memvalidasi kesalahan, mengubah kebenaran.

Orang Biasa

“Aku gak ngerti, sama tulisan kamu.”

“Yang mana?”

“Yang bahasa inggris semua itu.”

“Haha.. yang ada lagunya jhon legend? Kenapa emang?”

“Ya kamu coba baca lagi deh.”

“Hemm.. coba yah….”

“………”

“Iya juga yah, aku nulis apaan coba?”

“Nah kan, kamu aja gak ngerti, apa yang kamu tulis, apalagi aku.”

“Haha.. ya intinya sih, kita tuh cuma orang biasa, yang kadang membuat pilihan, yang ternyata pilihannya tuh gak tepat, dan setelahnya banyak hal yang terjadi, lalu menyesal.”

“Lalu?”

“Ya sudah, kadang ada pilihan yang memang tidak bisa ditarik, tidak bisa dikembalikan seperti sebelumnya. Pilihan yang membuat semua hal berubah.”

“Lalu?”

“Lalu… mau tidak mau, kita berjalan di pilihan itu dengan semua konsekuensinya. Konsekuensi dari sebuah pilihan itu yang sebenernya bikin berat. Kadang ada pilihan yang memaksa kamu mengubah apa yang ada dalam diri, membentuk diri yang baru, yang sama sekali berbeda dengan dirimu di masa lalu.”

“Perasaan tulisannya gak bilang gtu deh.”

“Haha.. iya sih, itu tulisan rasa bersalah, atas sebuah pilihan sih, kadang aku memilih hal yang ternyata bikin banyak orang tersakiti.”

“Pilihan apa emang?”

“Hem? Pilihan berganda.. hehe. Kita semua tuh emang hidup untuk memilih, bahkan ketika kita dipilihkan, sebetulnya kita memang memilih untuk dipilihkan..”

“He? Gimana?”

“Iya.. sama seperti tidak memilih sama sekali, itu sama aja dengan memilih untuk dipilihkan.”

“Aku makin gak ngerti apa yang kamu bicarakan.”

“Kenapa manusia diberikan akal untuk memilih ya? Kenapa kita, manusia tidak dibiarkan saja hidup dengan naluri, seperti sapi,, atau kelinci? Yang hidupnya, cuma makan, tidur, berkembang biak, lalu mati… bisa karena umur, bisa karena disembelih.. atau dimakan predator. Kamu sadar gak sih? Kalau manusia seperti itu, dunia akan lebih baik?”

“Lalu apa hubungannya dengan pilihan itu?”

“Hubungannya? Complicated.. Tapi yang pasti, kita bisa memilih karena kita punya akal. Tuhan tuh cuma ngasih 1 kelebihan kepada manusia di antara makhluk-makhluk lainnya, yaitu akal. Kita tuh gak dikasih bulu, kita gak dikasih pencernaan yang cukup kuat untuk mencerna bahan mentah, bahkan sistem imun kita tuh, kayaknya paling lemah deh di antara makhluk-makhluk lain.”

“Kata siapa? Itu sushi, sama lalaban kan bahan mentah.”

“Ya tapi kamu makan dipilih dan dibersihkan dulu kan? Gak kamu makan ikan utuh gitu, kita bahkan gak boleh makan daging ayam mentah, padahal kalau liat buaya, atau singa makan ayam, mereka bisa makan mentah dan makan semuanya.”

“Emang singa sama buaya, makannya ayam?”

“Ya… bukan juga sih, tapi aku yakin, dua makhluk itu kalau dikasih ayam, gakan minta dibersihin dulu bulunya.. apalagi sampai minta dibikin opor.”

“Ya.. masuk akal sih. Emangnya kenapa kalau manusia cuma dikasih akal?”

“Bukan cuma sih.. Akal tuh kayak senjata terkuat di alam semesta.. kalau misalnya tidak ada kehidupan lain di luar sana yang lebih canggih yah.. Kamu sadar gak sih, dengan akal aja, kita bisa berpikir bagaimana cara melindungi diri dari udara dingin dan panas, kita bisa mengolah makanan kita agar menjadi aman dikonsumsi, kita bahkan bisa membuat lingkungan kita aman dari segala macam ancaman.”

“Lalu? Arah pembicaraan ini tuh kemana sih?”

“Gak kemana-kemana sih.”

“Lahh terus? Lalu inti tulisan bahasa inggrismu itu gimana?”

“ya intinya sih aku punya rasa bersalah, karena satu pilihan.. Sebuah pilihan yang dibuat, yang melibatkan akal. Itu!”

“…..”

 

 

Cemas

Setiap hari, saya selalu membuka aplikasi timehop, itu adalah aplikasi yang membuat kita bisa membaca lagi twit, atau postingan baik dari Instagram maupun Facebook, dan setiap hari pula, saya mengingat apa yang sudah saya lakukan, sejauh apa saya sudah melangkah. Umur saya sekarang sudah ada di kepala 3, saya tidak menyangka bisa hidup selama ini, dan tentu saja banyak pencapaian yang sudah saya raih, setidaknya saya bisa hidup.

Setiap hari saya hidup, dan setiap hari itu juga saya selalu berpikir tentang mau kemana saja berjalan, saya bukan lagi saya yang di usia 20an, yang bertindak tanpa memikirkan beberapa hal, saya sadar, waktu produktif saya sudah tidak sebanyak dulu, asumsikan waktu produktif saya tinggal 30 tahun lagi, dan itu waktu yang rasanya tidak terlalu lama. Salah satu ketakutan terbesar saya adalah tidak menjadi apa-apa, dan rasa merasa sampai detik ini, saya belum ngapa-ngapain. Tapi oke lah, setidaknya detik ini, saya punya pekerjaan, saya punya penghasilan yang cukup, tapi selalu berpikir saya tidak tahu apa yang akan terjadi nanti, bisa saja tiba-tiba saja, saya kehilangan pekerjaan ini. Pada dasarnya saya bukan orang yang pintar, kadang saya masih melakukan kesalahan, kadang saya merasa bodoh sekali.

Punya pikiran seperti itu, setiap hari membuat kepala saya rasanya ingin meledak, tapi itu yang akhirnya sama memutuskan lagi untuk belajar hal baru. Saat ini pekerjaan programmer, dan saya harus belajar hal yang berbeda dengan apa yang biasa saya lakukan sehari-hari.

Sudah hampir setahun ini saya belajar technical analisys perdagangan komoditas, baik itu komoditas logam mulia, saham, ataupun pertukaran uang. Intinya dengan teknik ini, saya bisa memprediksi, “kemana” harga akan bergerak, apakah akan bergerak naik atau turun. Selain itu, saya mencoba untuk belajar data analisis. Hal ini sebetulkan gak lepas dari programming, tapi hanya sedikit, tidak sebanyak yang jadi pekerjaan saya sekarang. Belajar untuk mencoba menganalisis dan mengolah data, menjadi informasi, ternyata lumayan menyenangkan juga.

Saya tidak tahu, mana hal yang akan membawa saya lebih jauh ke depan, dua hal yang saya coba pelajari, sebetulnya belum membuahkan hasil, bahkan saya tidak tahu, apakah akan berhasil apa tidak, yah.. yang penting saya mencoba, bahkan ketika saya gagal, saya tidak akan kecewa, karena saya tahu, saya sudah berusaha. Saya cemas, tapi saya berusaha..

Misteri

Hidup adalah misteri.

Tentang yang ntah bagaimana ternyata ada.

Untuk memberitahu siapa ternyata bagaimana.

Kapan menemukan apa, atau dimana menunjukan kemana.

Hanya perlu menunggu, kapan menunjukan apa, siapa yang ternyata bagaimana.

Tentang Mozaik

Setiap hari, setiap jam, bahkan setiap menit adalah usaha kita untuk mengumpulkan pecahan mozaik yang tercecer ntah dimana. Dengan pasti kita memungut potongan itu dan disusun di tempat yang kita namakan hidup.

Bagaimanapun caranya, kita berusaha agar mozaik-mozaik itu ada di tempat yang tepat, di tempat yang kita inginkan, di tempat yang terlihat sempurna.

Tapi mozaik terkadang muncul terlalu acak, sampai kita bingung mana yang seharusnya dimana. Lalu kita berusaha untuk memperbaiki yang sudah kita tempatlan, membuang mozaik, mengganti satu dengan yang lain, menukar tempat, sampai berharap waktu bisa berulang agar dapat menyusun mozaik yang tidak beraturan itu, menjadi lebih baik.

Ada mozaik yang terlihat sempurna di satu tempat, tapi tidak dengan warnanya, ada mozaik yang terlihat indah warnanya tapi tidak untuk tempatnya, tidak hanya satu tapi kebanyakan.

Mungkin hidup memang diciptakan untuk menjadi sebuah ironi. Bahwa ketidak sempurnaan adalah kesempurnaan itu sendiri, ketidak seimbangan adalah keseimbangan itu sendiri, dan ketidak pastian adalah kepastian itu sendiri, dan kita hanya bisa berusaha terlihat sempurna, seimbang, dan pasti.